Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

 Tulis Artikel dan dapatkan Bayaran Tiap Kunjungan Rp 10-25 / kunjungan. JOIN SEKARANG || INFO LEBIH LANJUT

Sejarah Perkembangan Sistem Silvikultur di Indonesia

Sejarah perkembangan sistem silvikultur di Indonesia – Menurut penjelasan Soerianegara (1996) pengusahaan hutan di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1870, saat itu menggunakan teknik tebang pilih dengan limit diameter batang pohon antara 50-60 cm tanpa dilakukan sistem silvikultur.
Pada tahun 1953, pemerintah Indonesia mendirikan Panitia Perencana Hutan Industri atau disingkat dengan PPHI untuk mengawasi dan mengatur penebangan.
Pada tahun 1958, PPHI menyarankan agar penguasaha hutan alam yang melakukan penebangan di luar pulau jawa.
Untuk melakukan penebangan lebih selektif, menggunakan sistem tebang pilih dengan permudaan alam.
Sehingga dapat menjaga kelestarian hutan alam produksi di luar pulau jawa, karena sistem tebang pilih bisa dilakukan dengan rotasi tebang.
Menurut PP No 21 tahun 1970 tentang hak pengusaha hutan dan pemungutan hasil hutan menjelaskan “Untuk menjamin kelestarian pada hutan alami di luar pulau jawa, penebangan hutan hanya bisa dilakukan dengan sistem tebang pilih. Sedangkan permudaannya, bisa dilakukan secara alami atau dengan buatan”.
Sesuai dengan surat keputusan yang dikeluarkan pada tanggal 13 Maret 1972  oleh Dirjen Kehutanan No35/Kpts/DD/I/1992 tentang pedoman teknik Tebang Pilih Indonesia (TPI), tebang habis dengan penanaman, tebang habis dengan permudaan alam, dan langkah-langkah pengawasannya.
Menjelaskan jika  TPI merupakan salah satu sistem silvikultur yang terdiri atas teknik penebangan dan permudaan hutan dari perpaduan antara;
  • Tebang Pilih menggunakan Limit Diameter Indonesia
  • Tebang pilih Filipina
  • Pemudaan pohon menggunakan teknik pembersihan dari tumbuhan pengganggu, dan
  • Perbaikan hutan menggunakan teknik penanaman sulaman
Pohon inti ialah pohon yang akan menghasilkan tegakan utama pada rotasi tebang berikutnya.
Sehingga saat melakukan rotasi penebangan berikutnya, pohon-pohon inti saja yang ditebang. Selain itu, pohon inti juga berfungsi sebagai pohon penghasil biji untuk menghasilkan pohon-pohon baru (Regenerasi hutan secara alami).
Namun, teknik ini menimbulkan perbedaan usia dan jarak antar pohon. Sehingga, tim penyusun tebang pilih Indonesia melakukan pemilihan dan pengawasan.
Dengan begitu, perbedaan usia pada hutan alami di Indonesia dapat di antisipasi menggunakan beberapa cara yaitu ;
  • Batas limit diameter batang lebih dari 50 cm, maka rotasi penebangan dilakukan per 35 tahun. Dengan meninggalkan 25 pohon inti, yang memiliki diameter diatas 35 cm.
  • Batas limit diameter batang lebih dari 40 cm, maka rotasi penebangan dilakukan per 45 tahun. Dengan meninggalkan 30 pohon inti, yang memiliki diameter diatas 30 cm.
  • Batas limit diameter batang lebih dari 30 cm, maka rotasi penebangan dilakukan per 55 tahun. Dengan meninggalkan 40 pohon inti, yang memiliki diameter diatas 20 cm.
Akan tetapi, pada tahun 1980. Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi melakukan perubahan pedoman TPI menjadi
  • Pada hutan alam campuran, diameter pohon inti lebih dari 20 cm dan minimal terdapat 25 pohon per ha.
  • Rotasi penebangan 35 tahun dan pohon yang boleh ditebang harus memiliki diameter 50 cm keatas.
Sembilan tahun setelah dilakukan perubahan pedoman TPI oleh Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, pada tanggal 18 September 1989 Menteri Kehutana mengeluarkan SK No485/Kpts-II/1989 tentang sistem silvikultur pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia.
Sehingga pengelolaan hutan produksi di Indonesia dapat dilakukan dengan sistem silvikultur TPTI, THPA, dan THPB.
Selain itu, SK yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan menghasilkan 10 petunjuk teknis untuk melakukan tebang pilih tanam Indonesia. Kesepuluh petunjuk teknik tersebut antara lain;
  1. Penataan Areal Kerja
  2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan
  3. Pembukaan Wilayah Hutan
  4. Penebangan
  5. Inventarisasi Tegakan Tinggal
  6. Pembebasan
  7. Pemeliharaan
  8. Pengadaan Bibit/Persemaian
  9. Penanaman/Pengayaan
  10. Perlindungan
Jika dilihat dari perkembangan sistem silvikulture di Indonesia, teknik pengelolaan hutan alam semakin berkembang setiap tahunnya.

Posting Komentar untuk "Sejarah Perkembangan Sistem Silvikultur di Indonesia"