Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

 Tulis Artikel dan dapatkan Bayaran Tiap Kunjungan Rp 10-25 / kunjungan. JOIN SEKARANG || INFO LEBIH LANJUT

Kebudayaan Kediri

mengenal kebudayaan kediri
Kesenian Jaranan
Banyak jenis budaya kesenian yang terdapat di Kabupaten Kediri yang sudah barang tentu hal tersebut tidak lepas dari sejarah Kerajaan Kediri. Terdapat beberapa kesenian khas daerah yang dapat anda nikmati sebagai wisatawan lokal maupun mancanegara seperti Kethek Ogleng, Seni Jaranan dan lainnya.

Dalam Kesenian Jaranan selalu menyuguhkan berbagai atraksi yang menarik, terkadang mampu membangkitkan rasa takjub dan nasionalis. Perhelatan Atraksi gerakan pemain yang dengan diiringi tabuhan gamelan yang diselingi unsur magis menjadikan kesenian ini layak dan banyak ditonton wisatawan.

Pada Kawasan Kabupaten Kediri juga terdapat beberapa kesenian Jaranan yang dapat wisatawan nikmati diantaranya Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan Jaranan Jowo.

Jaranan Jowo adalah merupakan salah satu kesenian Jaranan yang mengandung unsur magis didalam setiap tariannya. Ketika seorang penari Jaranan Jowo sampai pada puncaknya, penari akan mengalami (kesurupan) dan akan melakukan aksi berbahaya di luar akal manusia (gaib).

Sedangkan untuk tarian Jaranan Dor, Jaranan Pegon, dan Jaranan Senterewe lebih menonjolkan kreatifitas gerak dengan iringan musik yang dinamis terkadang modern. 

Untuk Jaranan Senterewe merupakan jaranan yang banyak digemari, karena dalam penampilannya selalu disertai hiburan lagu-lagu yang bernada diatonis. 

Seluruh kesenian Jaranan Kabupaten Kediri berada di bawah naungan Paguyuban Seni Jaranan Kabupaten Kediri dan merupakan kebudayaan yang dimiliki. Konsistensi pada gerakan setiap atraksi Jaranan mengalami kendala karena hampir di setiap daerah terdapat kesenian ini, terutama daerah sekitar Kediri, namun banyak berbeda dalam gerakannya. Hal ini diperlukan kajian sejarah untuk menetapkan pakem pada atraksi jaranan.

Sejarah Jaranan

Jaranan, menurut sejarah menggambarkan cerita akan masa lampau, ketika itu Raja Bantar Angin adalah seorang raja dari daerah Ponorogo yang bermaksud melamar Dewi Songgolangit, seorang putri cantik dari kerajaan Kediri.

Dewi Sonngolangit atau yang biasa disebut juga dengan Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana. Konon menurut kisahnya mempunyai wajah yang buruk, Raja Bantar Angin akhirnya mengutus seorang Patihnya yang bernama Pujangga Anom, kala itu terkenal sebagai seorang patih yang dikenal sangat tampan. 

Supaya Dewi Sekartaji tidak tertarik dengan Patih Pujangga Anom, kemudian Raja Bantar Angin memintanya menggunakan sebuah topeng yang buruk rupa. Lalu Patih Pujangga Anom, datang ke kerajaan Kediri, menyampaikan maksud rajanya. 

Putri Sekartaji, yang mengetahui Patih Pujangga Anom mengenakan topeng, merasa sangat tersinggung, lalu sang putri mengutuk agar topeng tersebut tidak bisa dilepas seumur hidupnya Patih Pujangga Anom. 

Kemudian Raja Bantarangin pun datang sendiri menuju Kerajaan Kediri. Sebagai gantinya, Dewi Songgolangit meminta 3 persyaratan. Jika Raja Bantarangin bisa memenuhi ketiga syarat tersebut, dirinya bersedia menjadi permaisurinya. 

Adapun ketiga syarat tersebut adalah binatang berkepala dua, 100 pasukan berkuda warna putih, dan alat musik yang bisa berbunyi jika dipukul bersamaan. Sayangnya, Raja Bantarangin, hanya bisa memenuhi 2 dari 3 persyaratan tersebut, yaitu 100 kuda warna putih yang digambarkan dengan kuda lumping, kemudian alat musik yang bisa dipukul bersamaan yaitu gamelan. 

Lalu terjadilah pertempuran antara 2 kerajaan tersebut. Dari Kerajaan Kediri sendiri dilengkapi dengan membawa pasukan berkuda, yang kini digambarkan sebagai jaranan, sementara Kerajaan Ponorogo membawa pasukan, yang kini digambarkan sebagai kesenian Reog Ponorogo.

Didalam perjalanan, terjadilah pertempuran. Alhasil Raja Ponorogo pun menjadi marah, dan melawan macan putih yang ditunggani oleh patih kerajaan Kediri menggunakan cambuk Samandiman sampai melayang kepada kepala salah satu kesatria dari Ponorogo.


Bersamaan dengan kejadian tersebut, seekor burung merak menempel pada kepala kesatria dari Kediri tersebut, sehingga ada kepala manusia yang ditempeli kepala macan putih dan burung merak, dan hal ini yang sekarang disimbolkan menjadi Kesenian Reog Ponorogo. 

Bahkan, dalam tarian Reog Ponorogo, hampir semua penari juga membawa cambuk. Sementara itu dalam kesenian jaranan menggambarkan pasukan berkuda Dewi Sekartaji yang hendak melawan Raja Ponorogo. 

Terdapat Barongan, Celeng dan atribut lain didalamnya sebagai simbol selama menuju perjalanan ke Ponorogo yang melewati hutan belantara.

Kesenian Kethek Ogleng

Selain kesenian Jaranan, Daerah Kediri juga mempunyai kesenian khas yang lain. Bahkan, tarian yang menceritakan kisah asmara Panji Asmarabangun dan Dewi Kilisuci tersebut juga sudah dikenal wisatawan mancanegara dan mendunia. 

Seiring perkembangan jaman kesenian ini terancam punah. Dimata komunitas seniman Kediri, nama Guntur sudah tidak asing lagi. Dedikasinya terhadap dunia budaya seni bahkan sudah membawanya hingga ke berbagai negara di dunia. 

Memperkenalkan kebudayaan Indonesia salah satunya tarian ke seluruh dunia. Salah satu kesenian yang dipertontonkan adalah tari Kethek Ogleng. Menurut Guntur, tari Kethek Ogleng sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. 

Simbol Kera atau kethek yang ditampilkan pada cerita tersebut adalah jelmaan dari Panji Asmorobangun yang telah berubah wujud menjadi seekor kera putih yang sedang mencari calon pendamping hidup.

Posting Komentar untuk "Kebudayaan Kediri"